Kerajaan Sriwijaya
A. Letak dan Sumber
Sejarah
Letak kerajaan Sriwijaya adalah di Sumatra Selatan dekat Palembang
sekarang. Kerajaan ini berdiri pada abad VII M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi
sebagian besar para ahli berpendapat bahwa
Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya
merupakan pusat agama Budha di Asia Tenggara seperti yang diberitakan
oleh I Tsing seorang musafir Cina yang belajar
paramasastra Sansekerta di Sriwijaya. Beberapa prasasti peninggalan Sriwijaya :
a. Prasasti Kedukan Bukit

b. Prasasti Talang Tuo.

Prasasti ini juga memperkuat bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari cara
pandang Mahayana pada masa tersebut, dengan ditemukannya istilah-istilah bahasa
Sanskerta yang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.
c. Prasasti Kota Kapur

Prasasti yang
berangka tahun 686 M 8ni ditemukan di Kota Kapur, Pulau Bangka. Tulisan pada prasasti ini
ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta
merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu.
Prasasti ini
menyebutkan adanya ekspedisi Sriwijaya ke daerah seberang lautan (Pulau Jawa)
untuk memperluas kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan
disekitarnya, seperti Melayu, Tulangbawang, dan Tarumanegara. Dalam prasasti
ini pula pertama kali disebutkan nama Sriwijaya yang tercantum dalam kalimat “Bumi
Jawa (tarumanegara) tidak mau tunduk pada Sriwijaya”. Konon prasasti ini adalah
prasasti Kerajaan Sriwijaya yang tertua.
d. Prasasti Telaga Batu.
e. Prasasti Ligor

Prasasti berisikan berita tentang raja Sriwijaya
(Dharmasetu), yang mendirikan pelabuhan di Semenanjung melayu dekat ligor.
Selai iti juga berisikan berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri Maharaja,
dari keluarga Śailendravamś yang dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana
(pembunuh musuh-musuh yang sombong tidak bersisa).
f. Prasasti Karang Berahi.

g. Prasasti Bukit Siguntang.
Prasasti Bukit Siguntang ditemukan di Bukit Siguntang
yang berada di Kota Palembang, yang juga
merupakan komplek pemakaman raja-raja Kerajaan Sriwijaya. Prasasti ini ditulis
dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno.
Prasasti yang terdiri dari 21 baris ini menceritakan
tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah
tertumpah, disamping itu juga menyebutkan kutukan bagi mereka yang berbuat
salah.
h. Prasasti Palas Pasemah.

Sumber-sumber lain mengenai Sriwijaya ialah berita dari Cina, Arab dan India. I Tsing
bekerjasama dengan Sakyakirti menulis kitab Hastadandasastra yang pada
tahun 711 disalin I Tsing ke dalam bahasa Cina. Sumber
dari tambo dinasti T’ang. Dinasti Sung, dari Chau You Kwa
dalam bukunya Chu Fan Chi, dan lain-lain.
B. Kondisi Kerajaan
a. Faktor-faktor yang menguntungkan Perkembangan Sriwijaya, sehingga menjadi kerajaan Maritim yang besar
Faktor geografis:
letaknya yang strategis dalam
jalur dagang antara India dan Tiongkok,
lebih ramai setelah jalan darat India – Tiongkok
terputus. Selain itu, Muara sungai di Sumatera lebar dan landai mudah dilayari.
Faktor ekonomis:
Di Sumatera banyak hasil untuk diperdagangkan, misalnya penyu,
gading, kapur barus dan lain-lain. Lalu, keruntuhan
kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja, yang dulunya sangat
berperan di Asia tenggara, pada abad VII
runtuh, dan digantikan Sriwijaya, cepat berkembang
sebagai negara maritim.
b. Sistem Pemerintahan dan Perluasan Daerah.
Kerajaan Sriwijaya terus melakukan perluasan wilayah. Raja yang terkenal adalah
Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya Sriwijaya mencapai
jaman keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan
dari Dinasti Syailendra.
Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina.
Sriwijaya sudah mempunyai hubungan dengan India, yang tertulis dalam prasasti
Nalanda yang isinya menyebutkan bahwa sebuah biara telah dibangun oleh Raja Dewapaladewa
dari Benggala. Atas perintah Raja Balaputradewa, maharaja di Suwarnadwipa.
c. Agama yang berkembang di
Sriwijaya.
Berita I Tsing mengatakan bahwa Sriwijaya maju dalam agama Budha, di samping itu juga
berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan
agama Budha. I Tsing belajar tata bahasa
Sansekerta selama enam bulan di Sriwijaya. Ilmu keagamaan (teologi) Budha di
pelajari di Sriwijaya.
Pendeta Budha yang terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa
dari luar negeri datang di Sriwijaya dulu, sebelum belajar lebih lanjut ke India.
Peninggalan candi di Sriwijaya terletak di Muara
Takus dekat sungai Kampar di daerah Riau, juga di Bukit
Siguntang ditemukan ArcaBudha
d. Segi Ekonomis.
Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, menjadikan Sriwijaya
sebagai negara yang makmur bagi rakyatnya, sebagai pelabuhan yang dilewati
kapal-kapal dagang, mendapat pemasukan dari pajak. Hasil dari Sriwijaya yang banyak diperdagangkan adalah
: gading, beras, rempah-rempah, kayu manis,
kemenyan, emas dan sebagainya.
Sriwijaya sebagai negara maritim merupakan negara yang mengandalkan
perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil
laut. Untuk stabilitas kerajaan Sriwijaya juga membentuk
armada laut yang kuat, supaya dapat mengatasi
gangguan di jalur pelayaran perdagangan.
C. Keruntuhan
Faktor Ekonomi: Sriwijaya
mengalami kemunduran pada abad X M, setelah terjadi persaingan ekonomi antara Kerajaan
Sriwijaya dengan Kerajaan Medang di Jawa Timur.
Faktor Politik: Sriwijaya yang
semula menjalin hubungan baik dengan Colamandala, akhirnya terjadi permusuhan, Colamandala
menyerang dua kali (tahun 1023 dan 1068 M) ke Sriwijaya. Walaupun tidak
mengakibatkan hancurnya Sriwijaya, namun serangan ini
memperlemah keadaan pemerintahan di Sriwijaya.
Faktor wilayah: yang makin
memperlemah posisi Sriwijaya. Misalnya: banyak daerah
kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Kerajaan
Singasari di Jawa Timur juga menyerang ke Sriwijaya lewat
ekspedisi Pamalayu (1275). Serangan yang hebat dari
kerajaan Majapahit pada tahun 1377, kemungkinan besar menjadi penentu untuk mengakhiri
riwayat Sriwijaya
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus