Senin, 31 Agustus 2015

Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya
A. Letak dan Sumber Sejarah

Letak kerajaan Sriwijaya adalah di Sumatra Selatan dekat Palembang sekarang. Kerajaan ini berdiri pada abad VII M. Pusat kerajaan belum dapat dipastikan, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di Asia Tenggara seperti yang diberitakan oleh I Tsing seorang musafir Cina yang belajar paramasastra Sansekerta di Sriwijaya. Beberapa prasasti peninggalan Sriwijaya :

a. Prasasti Kedukan Bukit


Prasasti kedukan bukit  ditemukan di Kampung Kedukan Bukit, Palembang, Sumatera Selatan, tepatnya di tepi Sungai Tatang yang hilirnya di Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini menceritakan perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dengan perahu. Ia berangkat dari Minangtamwan dengan membawa 20.000 tentara. Ia berhasil menaklukkan beberapa daerah sehingga Sriwijaya menjadi makmur.

b. Prasasti Talang Tuo.

            Prasasti Talang Tuwo ditemukan di kaki Bukit Seguntang, (dekat Palembang) yang berangka tahun 684 Masehi. Dalam Prasasti ini diseebutkan nama Dapunta Hyang (yang beristrikan Sobakakencana putri kedua dari raja terakhir Kerajaan Tarumanegara). Didalamnya juga disebutkan selesainya sebuah taman yang kemudian diberi nama Srikserta, yang dibangun oleh Dapunta Hyang Jayanasa untuk kemakmuran semua makhluk.

Prasasti ini juga memperkuat bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari cara pandang Mahayana pada masa tersebut, dengan ditemukannya istilah-istilah bahasa Sanskerta yang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.

c. Prasasti Kota Kapur


Prasasti yang berangka tahun 686 M 8ni ditemukan di Kota Kapur, Pulau Bangka. Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu.

Prasasti ini menyebutkan adanya ekspedisi Sriwijaya ke daerah seberang lautan (Pulau Jawa) untuk memperluas kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Melayu, Tulangbawang, dan Tarumanegara. Dalam prasasti ini pula pertama kali disebutkan nama Sriwijaya yang tercantum dalam kalimat “Bumi Jawa (tarumanegara) tidak mau tunduk pada Sriwijaya”. Konon prasasti ini adalah prasasti Kerajaan Sriwijaya yang tertua.

d. Prasasti Telaga Batu.

Prasasti Telaga Batu ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada tahun 1935. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isinya mengenai kutukan-kutukan yang seram terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada raja.





e. Prasasti Ligor

Prasasti Ligor ditemukan di tanah genting Kra, Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand) Berangka tahun 755 M. Prasasti ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi.

     Prasasti berisikan berita tentang raja Sriwijaya (Dharmasetu), yang mendirikan pelabuhan di Semenanjung melayu dekat ligor. Selai iti juga berisikan berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri Maharaja, dari keluarga Śailendravamś yang dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana (pembunuh musuh-musuh yang sombong tidak bersisa).

f. Prasasti Karang Berahi.

Prasasti Karang Berahi ditemukan pada tahun 1904 di Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi hulu. Berangka tahun 686 M dengan isi permintaan kepada Dewa yang menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang terdapat pada Prasasti Telaga Batu.

g. Prasasti Bukit Siguntang.

Prasasti Bukit Siguntang ditemukan di Bukit Siguntang yang berada di Kota Palembang,  yang juga merupakan komplek pemakaman raja-raja Kerajaan Sriwijaya. Prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno.

Prasasti yang terdiri dari 21 baris ini menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah tertumpah, disamping itu juga menyebutkan kutukan bagi mereka yang berbuat salah.

h. Prasasti Palas Pasemah.

Prasasti Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi. Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

Sumber-sumber lain mengenai Sriwijaya ialah berita dari Cina, Arab dan India. I Tsing bekerjasama dengan Sakyakirti menulis kitab Hastadandasastra yang pada tahun 711 disalin I Tsing ke dalam bahasa Cina. Sumber dari tambo dinasti T’ang. Dinasti Sung, dari Chau You Kwa dalam bukunya Chu Fan Chi, dan lain-lain.

           
B. Kondisi Kerajaan

a. Faktor-faktor yang menguntungkan Perkembangan Sriwijaya, sehingga menjadi kerajaan Maritim yang besar

Faktor geografis:
letaknya yang strategis dalam jalur dagang antara India dan Tiongkok, lebih ramai setelah jalan darat India – Tiongkok terputus. Selain itu, Muara sungai di Sumatera lebar dan landai mudah dilayari.

Faktor ekonomis:
Di Sumatera banyak hasil untuk diperdagangkan, misalnya penyu, gading, kapur barus dan lain-lain. Lalu, keruntuhan kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja, yang dulunya sangat berperan di Asia tenggara, pada abad VII runtuh, dan digantikan Sriwijaya, cepat berkembang sebagai negara maritim.

b. Sistem Pemerintahan dan Perluasan Daerah.

Kerajaan Sriwijaya terus melakukan perluasan wilayah. Raja yang terkenal adalah Balaputradewa. Pada masa pemerintahannya Sriwijaya mencapai jaman keemasan. Balaputradewa merupakan keturunan dari Dinasti Syailendra.

Sriwijaya sudah mengadakan hubungan dengan Cina. Sriwijaya sudah mempunyai hubungan dengan India, yang tertulis dalam prasasti Nalanda yang isinya menyebutkan bahwa sebuah biara telah dibangun oleh Raja Dewapaladewa dari Benggala. Atas perintah Raja Balaputradewa, maharaja di Suwarnadwipa.


c. Agama yang berkembang di Sriwijaya.

Berita I Tsing mengatakan bahwa Sriwijaya maju dalam agama Budha, di samping itu juga berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Budha. I Tsing belajar tata bahasa Sansekerta selama enam bulan di Sriwijaya. Ilmu keagamaan (teologi) Budha di pelajari di Sriwijaya.

Pendeta Budha yang terkenal adalah Sakyakirti. Mahasiswa dari luar negeri datang di Sriwijaya dulu, sebelum belajar lebih lanjut ke India. Peninggalan candi di Sriwijaya terletak di Muara Takus dekat sungai Kampar di daerah Riau, juga di Bukit Siguntang ditemukan ArcaBudha

d. Segi Ekonomis.

Sriwijaya sebagai pusat perdagangan, menjadikan Sriwijaya sebagai negara yang makmur bagi rakyatnya, sebagai pelabuhan yang dilewati kapal-kapal dagang, mendapat pemasukan dari pajak. Hasil dari Sriwijaya yang banyak diperdagangkan adalah : gading, beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas dan sebagainya.

Sriwijaya sebagai negara maritim merupakan negara yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil laut. Untuk stabilitas kerajaan Sriwijaya juga membentuk armada laut yang kuat, supaya dapat mengatasi gangguan di jalur pelayaran perdagangan.

C. Keruntuhan

Faktor Ekonomi: Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad X M, setelah terjadi persaingan ekonomi antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Medang di Jawa Timur.

Faktor Politik: Sriwijaya yang semula menjalin hubungan baik dengan Colamandala, akhirnya terjadi permusuhan, Colamandala menyerang dua kali (tahun 1023 dan 1068 M) ke Sriwijaya. Walaupun tidak mengakibatkan hancurnya Sriwijaya, namun serangan ini memperlemah keadaan pemerintahan di Sriwijaya.

Faktor wilayah: yang makin memperlemah posisi Sriwijaya. Misalnya: banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Kerajaan Singasari di Jawa Timur juga menyerang ke Sriwijaya lewat ekspedisi Pamalayu (1275). Serangan yang hebat dari kerajaan Majapahit pada tahun 1377, kemungkinan besar menjadi penentu untuk mengakhiri riwayat Sriwijaya




1 komentar:

About Me

Popular Posts

Designed By Seo Blogger Templates