Kesultanan mataram Islam
Berdiri pada tahun:
1586.
Pendiri:
Sutawijaya
Sejarah:
Sutawijaya telah lama berharap agar pada suatu saat dapat menjadi seorang sultan. Oleh
karena itu, ketika diangkat sebagai Adipati Mataram pada tahun 1575, ia mulai
memperskuat kedudukannya dengan membangun
benteng di sekeliling istananya. Akhirnya, harapan itu
datang, ketika Pangeran Benawa menawarkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya,
setelah berhasil mengalahkan Arya Pangiri pada tahun 1586. Tentu, Sutawijaya
tidak menolaknya. Sejak saat itu, Sutawijaya secara
sah menjadi Sultan Pajang. Namun, tidak lama kemudian ia memindahkan
ibukota kerajaan ke Kotagede yang terletak
di sebelah Tenggara Kota
Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, nama kerajaan pun
berubah menjadi Mataram. Sutawijaya
menjadi Sultan Mataram (1586- 1601) dengan gelar Panembahan Senopati Ing
Alaga Sayidin Panatagama Kalifatullah. Artinya,
sultan yang sekaligus sebagai panglima perang dan
pemimpin agama. Masa pemerintahan Panembahan
Senopati diwarnai dengan berbagai masalah dan peperangan yang terus menerus. Masalah tersebut terjadi antara
Sutawijaya dan para adipati yang tidak bersedia mengakui kekuasaan
Sutawijaya sebagai sultan. Mengapa sebagian adipati
tidak mau mengakui Sutawijaya sebagai sultan? Biasanya pengangkatan dan pengesahan
seorang sultan dilakukan olehseorang wali.
Sedangkan Sutawijaya tidak diangkat dan disahkan oleh wali
sebagai sultan. Itulah sebabnya,
sebagian para adipati enggan mengakui Sutawijaya sebagai sultan. Surabaya, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan tidak mau mengakui kekuasaan Sutawijaya dan berusaha melepaskan diri dari Mataram. Akibatnya, terjadilah pertempuran antara Mataram dan para adipati di Jawa. Pertempuran paling sengit terjadi antara Mataram dan Surabaya pada tahun 1586. Akhirnya, pertempuran itu dapat dihentikan berkat bantuan Sunan Giri. Mataram gagal menahlukan Surabaya, meskipun Surabaya harus mengakui
kekuasaan Sutawijaya. Sementara, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan berhasil
ditakhlukan sehingga wilayah Mataram masih cukup luas. Bahkan, Cirebon dan
Galuh berhasil dikuasai pada tahun 1595. Panembahan Senopati wafat pada
tahun 1601 dan digantikan oleh putranya yang bernama
Mas Jolang (1601-1613). Ia bergelar Sultan Anyakrawati.
Pada masa pemerintahannya timbul pemberontakan dari Pangeran
Puger di Demak pada tahun 1602-1605 dan Pengeran
Jayaraga di Pononrogo pada tahun 1608. Kedua pemberontakan itu dapat dipadamkan. Namun, pemberontakan di Surabaya
pada tahun 1612 belum dapat dipadamkan sampai ia
meninggal pada tahun 1613. Sultan Anyakrawati wafat dalam pertempuran di
daerah Krapyak sehingga lebih dikenal
dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Pengganti Mas Jolang adalah Mas
Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Ngalaga
Ngabdur Rachman (1613–1645). Ia lahir tahun 1591,
artinya ia menjadi sultan pada usia 22 tahun. Sultan Agung
segera melanjutkan citacita leluhurnya, yaitu mewujudkan kekuasaan
Mataram yang meliputi seluruh pulau Jawa.
Sejak tahun 1614, Sultan Agung mulai menahlukan
daerah-daerah di pesisir Utara Jawa. Bala tentara Mataram berhasil menguasai
Lumajang, Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang,
Lasem, Surabaya, Madura, dan Sukadana (Kalimantan).
Sedangkan Cirebon dan Banten belum dapat dikuasai secara penuh. Namun
karena Cirebon dan Banten adalah bekas wilayah Demak, maka Sultan Agung sebagai penerus Kerajaan Demak
merasa berhak atas kedua wilayah itu. Dengan demikian,
tinggal Batavia (Sunda Kelapa) yang belum ditakhlukan. Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan
Agung menyerang Batavia. Namun, mengalami
kegagalan karena bala tentaranya kekurangan makanan sebagai akibat
persediaan makanan yang telah disediakan dibakar oleh
orang-orang Belanda. Setelah itu, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya untuk
memajukan kehidupan rakyatnya. Bidang
pertanian mengalami kemajuan. Pada tahun 1633, Sultan Agung menciptakan
tarikh Jawa-Islam berdasarkan perhitungan bulan yang
dimulai pada 1 Muharam 1043 H. Ia juga berhasil menyusun
karya Sastra Gending yang berisi ajaran filsafat mengenai
’kesucian jiwa’. Di samping itu, ia berhasil menyusun buku undang-undang pidana dan perdata yang diberi nama Surya Alam. Sultan Agung wafat pada tahun 1645
dan dikenang sebagai raja yang terbesar karena dapat
membawa Mataram mencapai jaman keemasan
Sistem susunan pemerintahan, Mataram di
bagi dalam :
Ø Kutanegara,
yang merupakan daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih
Lebet (Patih Dalam) yang dibantu Wedana Lebet
(Wedana dalam).
Ø Negara Agung, yang merupakan daerah yang ada di sekitar Kutanegara. Dalam pelaksanaan
pemerintahan di pegang Patih Jawi (Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi
(Wedana Luar).
Ø Mancanegara, yaitu daerah di luar negara Agung. Daerah ini dipimpin oleh para Bupati.
Ø Pesisir, daerah yang dipimpin oleh para Bupati atau Syah Bandar
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus