Senin, 31 Agustus 2015

Kesultanan mataram Islam

Kesultanan mataram Islam
Berdiri pada tahun:
1586.
Pendiri:
Sutawijaya
Sejarah:
Sutawijaya telah lama berharap agar pada suatu saat dapat menjadi seorang sultan. Oleh karena itu, ketika diangkat sebagai Adipati Mataram pada tahun 1575, ia mulai memperskuat kedudukannya dengan membangun benteng di sekeliling istananya. Akhirnya, harapan itu datang, ketika Pangeran Benawa menawarkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada Sutawijaya, setelah berhasil mengalahkan Arya Pangiri pada tahun 1586. Tentu, Sutawijaya tidak menolaknya. Sejak saat itu, Sutawijaya secara sah menjadi Sultan Pajang. Namun, tidak lama kemudian ia memindahkan ibukota kerajaan ke Kotagede yang terletak di sebelah Tenggara Kota
Yogyakarta. Bersamaan dengan itu, nama kerajaan pun berubah menjadi Mataram. Sutawijaya menjadi Sultan Mataram (1586- 1601) dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama Kalifatullah. Artinya, sultan yang sekaligus sebagai panglima perang dan pemimpin agama. Masa pemerintahan Panembahan Senopati diwarnai dengan berbagai masalah dan peperangan yang terus menerus. Masalah tersebut terjadi antara Sutawijaya dan para adipati yang tidak bersedia mengakui kekuasaan Sutawijaya sebagai sultan. Mengapa sebagian adipati tidak mau mengakui Sutawijaya sebagai sultan? Biasanya pengangkatan dan pengesahan seorang sultan dilakukan olehseorang wali. Sedangkan Sutawijaya tidak diangkat dan disahkan oleh wali
sebagai sultan. Itulah sebabnya, sebagian para adipati enggan mengakui Sutawijaya sebagai sultan. Surabaya, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan tidak mau mengakui kekuasaan Sutawijaya dan berusaha melepaskan diri dari Mataram. Akibatnya, terjadilah pertempuran antara Mataram dan para adipati di Jawa. Pertempuran paling sengit terjadi antara Mataram dan Surabaya pada tahun 1586. Akhirnya, pertempuran itu dapat dihentikan berkat bantuan Sunan Giri. Mataram gagal menahlukan Surabaya, meskipun Surabaya harus mengakui
kekuasaan Sutawijaya. Sementara, Demak, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan berhasil ditakhlukan sehingga wilayah Mataram masih cukup luas. Bahkan, Cirebon dan Galuh berhasil dikuasai pada tahun 1595. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Ia bergelar Sultan Anyakrawati. Pada masa pemerintahannya timbul pemberontakan dari Pangeran Puger di Demak pada tahun 1602-1605 dan Pengeran Jayaraga di Pononrogo pada tahun 1608. Kedua pemberontakan itu dapat dipadamkan. Namun, pemberontakan di Surabaya pada tahun 1612 belum dapat dipadamkan sampai ia meninggal pada tahun 1613. Sultan Anyakrawati wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak sehingga lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Pengganti Mas Jolang adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Ngalaga Ngabdur Rachman (1613–1645). Ia lahir tahun 1591, artinya ia menjadi sultan pada usia 22 tahun. Sultan Agung segera melanjutkan citacita leluhurnya, yaitu mewujudkan kekuasaan Mataram yang meliputi seluruh pulau Jawa. Sejak tahun 1614, Sultan Agung mulai menahlukan daerah-daerah di pesisir Utara Jawa. Bala tentara Mataram berhasil menguasai Lumajang, Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang, Lasem, Surabaya, Madura, dan Sukadana (Kalimantan). Sedangkan Cirebon dan Banten belum dapat dikuasai secara penuh. Namun karena Cirebon dan Banten adalah bekas wilayah Demak, maka Sultan Agung sebagai penerus Kerajaan Demak merasa berhak atas kedua wilayah itu. Dengan demikian, tinggal Batavia (Sunda Kelapa) yang belum ditakhlukan. Pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung menyerang Batavia. Namun, mengalami kegagalan karena bala tentaranya kekurangan makanan sebagai akibat persediaan makanan yang telah disediakan dibakar oleh orang-orang Belanda. Setelah itu, Sultan Agung mengalihkan perhatiannya untuk memajukan kehidupan rakyatnya. Bidang pertanian mengalami kemajuan. Pada tahun 1633, Sultan Agung menciptakan tarikh Jawa-Islam berdasarkan perhitungan bulan yang dimulai pada 1 Muharam 1043 H. Ia juga berhasil menyusun karya Sastra Gending yang berisi ajaran filsafat mengenai ’kesucian jiwa’. Di samping itu, ia berhasil menyusun buku undang-undang pidana dan perdata yang diberi nama Surya Alam. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dikenang sebagai raja yang terbesar karena dapat membawa Mataram mencapai jaman keemasan
Sistem susunan pemerintahan, Mataram di
bagi dalam :
Ø   Kutanegara, yang merupakan daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih Dalam) yang dibantu Wedana Lebet (Wedana dalam).
Ø  Negara Agung, yang merupakan daerah yang ada di sekitar Kutanegara. Dalam pelaksanaan pemerintahan di pegang Patih Jawi (Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
Ø  Mancanegara, yaitu daerah di luar negara Agung. Daerah ini dipimpin oleh para Bupati.
Ø  Pesisir, daerah yang dipimpin oleh para Bupati atau Syah Bandar




1 komentar:

About Me

Popular Posts

Designed By Seo Blogger Templates